PERBEDAAN LAMA PEMULIHAN PASCA OPERASI PADA PASIEN KATARAK DAN PTERIGIUM DI RUMAH SAKIT SAMARITAN PALU TAHUN 2019
DOI:
https://doi.org/10.22487/htj.v5i3.131Keywords:
katarak, operasi, pterigum, hari rawat, penyembuhanAbstract
Gangguan penglihatan dan kebutaan di dunia terus mengalami peningkatan. Prevalensi gangguan
penglihatan dan kebutaan di Indonesia sebesar 1,5%. Penyebab gangguan penglihatan dan kebutaan
antara lain katarak dan pterigium. Penelitian ini berujuan untuk membantingkan lama perawatan pasca
operasi pada pasien katarak dan pasien pterigium. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
analitik dengan sampel 40 pasien yang terdiri dari 2 kelompok. Kelompok pertama adalah 20 orang
pasien yang telah menjalani operasi katarak dan kelompok berikutnya adalah 20 orang pasien yang
telah menjalani operasi pterigium. Hari perawatan fase penyembuhan pasca operasi kedua kelompok
kemudian dibandingkan dengan uji statistkin menggunakan SPSS. Hasil dengan analisis data dengan
uji normalitas Shapiro-Wilk menunjukkan distribusi data yang tidak normal sehingga uji yang
dilakukan menggunakan uji non parametrik. Uji non parametrik dilakukan dengan Wilcoxon rank-sum
test memberikan hasil hari rawat pada pasien pasca operasi katarak lebih lama dibandingkan dengan
hari rawat pasien pasca operasi pteritium (p<0,05). Pasien pasca operasi katarak akan mengalami
banyak proses penyembuhan yang dapat berlangsung dalam berminggu-minggu dibandingan dengan
pasien pasca operasi pterigium sehingga proses tersebut menyebabkan masa perawatan penyembuhan
pasca operasi pada katarak menjadi lebih lama.
References
WHO. What is Refractive Error?. 2009.
Depkes RI. Gangguan Penglihatan Masih
Menjadi Masalah Kesehatan. 2009.
Kemenkes RI. Infodatin: Situasi Gangguan
Penglihatan dan Kebutaan. Kementrian
Kesehatan RI: Jakarta. 2014.
Nash E. Cataracts. Sagepub Journals.
;6(9):555-562.
Ilyas S. Penglihatan Turun Perlahan Tanpa
Mata Merah. Ilmu Penyakit Mata.. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2007;3:200-11.
Voughan & Asbury. Oftalmologi Umum.
Jakarta : EGC. 2010;17.
Skolnick CA, Grimmet MR. Management
of pterygium. In: Krachmer JH, Mannis
MJ, Holland EJ, editors. Cornea.
Philadelphia: Elsevier Mosby.
;2(2):1749-61.
McCarty CA, Fu CL, Taylor HR.
Epidemiology of pterygium in Victoria,
Australia. Br J Ophthalmol. 2000;84:289-
Gazzard G, et al. Pterygium in Indonesia:
prevalence, severity and risk factors. Br J
Ophthalmol. 2005;86:1341-6.
Putra AK. Penatalaksanaan Pterigium. Maj
Kedokt. Atma Jaya. 2003;2(2):137-47.
Ghoz N, Elalfy M, Said D, Dua H. Healing
autologous conjungtival grafts in
pterygium surgery. Acta Ophthalmol.
;96(8):e979-e988.
Porela-Tiihonen S, Kokki H, Kaarniranta
K, Kokki M. Recovery after cataract
surgery. Acta Ophtalmol. 2016;94(2):1-34.
Ahmed MS, Moly KN, Aziz MA. Use of
povidone-iodine drop instead of subconjunctival injection of
dexamethasone and gentamicin
combination at the end of
phacoemulsification cataract surgery.
Mymensingh Med J. 2010;19:232-235.
Dell SJ, Hovanesian JA, Raizman MB.
Randomized comparison of postoperative
use of hydrogel ocular bandage and
collagen corneal shield for wound
protection and patient tolerability after
cataract surgery. J Cataract Refract Surg.
;37:113-121.